Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% kini hanya diterapkan pada barang dan jasa mewah, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 131 Tahun 2024 yang diterbitkan pada 31 Desember lalu.

Kami ingin mengapresiasi langkah Presiden Prabowo dan jajarannya yang telah mendengarkan aspirasi masyarakat. Ini menunjukkan bahwa suara rakyat memiliki dampak yang signifikan dalam pengambilan keputusan pemerintah. Namun, kami juga merasa perlu mencermati beberapa aspek penting terkait kebijakan ini. Keluarnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 131 2024 menimbulkan kekhawatiran akan kemungkinan perubahan kebijakan di masa depan. Dalam PMK tersebut, tarif PPN tetap naik menjadi 12%, hanya saja Dasar Pengenaan Pajak (DPP) dihitung dengan cara yang berbeda yaitu 11/12. Hal ini menimbulkan ketidakpastian sampai kapan DPP 11/12 akan diterapkan? Seharusnya jika ingin mengubah kebijakan tarif PPN 12% yang dikeluarkan adalah Perpu, bukan PMK!

Dalam artikel ini, kita akan membahas bagaimana menutup defisit anggaran tanpa mengandalkan kenaikan tarif PPN. Mari kita eksplorasi beberapa alternatif pajak dan strategi yang dapat diambil untuk meningkatkan penerimaan negara secara berkelanjutan.

Defisit Anggaran: Tantangan yang Perlu Diatasi

Defisit anggaran adalah masalah yang dihadapi banyak negara, termasuk Indonesia. Ketika pengeluaran pemerintah melebihi pendapatan, kita perlu mencari solusi untuk menutup celah tersebut. Salah satu solusi yang sering diusulkan adalah menaikkan pajak, seperti PPN. Menurut Wakil Ketua DPR RI, pendapatan pemerintah untuk APBN 2025 setelah penerapan PPN 12% hanya untuk barang jasa mewah akan mencapai Rp 3,2 triliun. Padahal, potensi penerimaan jika PPN 12% diberlakukan pada semua barang dan jasa bisa mencapai Rp 75 triliun.

Dengan demikian, penting bagi kita untuk mempertimbangkan alternatif lain yang dapat memberikan kontribusi signifikan terhadap penerimaan negara. Berikut adalah beberapa alternatif untuk mengurangi defisit anggaran tanpa menaikkan PPN:

Pajak Batu Bara

Indonesia merupakan salah satu produsen batu bara terbesar di dunia, namun kontribusi sektor ini terhadap pendapatan negara masih kurang optimal. Dengan mengenakan pajak yang lebih tinggi pada produksi batu bara, kita dapat meningkatkan penerimaan negara secara signifikan. Melalui peningkatan pungutan produksi batu bara, potensi pendapatan negara bisa mencapai Rp 84,5 triliun per tahun. Dalam skenario optimal, potensi ini bahkan bisa mencapai Rp 353,7 triliun. Pajak ini tidak hanya membantu menutup defisit anggaran, tetapi juga mendorong perusahaan untuk berinvestasi dalam teknologi yang lebih ramah lingkungan, sehingga berkontribusi pada keberlanjutan lingkungan.

Pajak Karbon

Dengan meningkatnya kesadaran akan perubahan iklim, banyak negara mulai menerapkan pajak karbon untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. Indonesia dapat mengikuti jejak ini, sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Pajak karbon dikenakan pada produk yang menghasilkan emisi karbon, dan jika diimplementasikan dengan efektif, pemerintah dapat memperoleh potensi penerimaan dari sektor energi sebesar Rp 23 triliun pada tahun 2025. Ini adalah langkah strategis untuk menutup defisit anggaran sekaligus berinvestasi dalam masa depan yang lebih berkelanjutan.

Pajak untuk Orang Super Kaya

Pajak kekayaan bagi individu dengan kekayaan di atas USD 1 miliar, seperti yang diusulkan di Brasil, dapat menjadi sumber pendapatan baru bagi negara. Center of Economic and Law Studies (Celios) mendorong pemerintah Indonesia untuk mengenakan pajak ini, yang berpotensi memberikan pendapatan tambahan hingga Rp 81,56 triliun dari 50 orang terkaya di Indonesia. Tantangannya adalah perlunya kerjasama internasional untuk memastikan transparansi terhadap harta yang disimpan di luar negeri, sehingga pajak ini dapat diterapkan secara efektif.

Pajak Sektor Digital dan Kebocoran Pajak

Ekonomi digital memiliki potensi besar untuk menciptakan basis pajak baru. Pajak pada perdagangan aset kripto, fintech, dan transaksi pengadaan barang dan jasa melalui sistem informasi pengadaan pemerintah (SIPP) dapat meningkatkan pendapatan negara. Selain itu, kita perlu mendorong transparansi untuk mengatasi kebocoran pajak, seperti potensi pemasukan hingga Rp 300 triliun dari pengusaha sawit yang tidak membayar pajak. Dengan memperketat regulasi dan memastikan bahwa pelaku ekonomi terkait membayar pajak yang seharusnya, kita dapat meningkatkan pendapatan negara secara signifikan.

Mendorong Perdagangan Internasional

Meningkatkan akses pasar untuk produk-produk Indonesia dapat meningkatkan penerimaan PPN tanpa harus menaikkan tarif. Dengan mengurangi hambatan perdagangan dan mempermudah ekspor, kita dapat meningkatkan volume perdagangan yang pada gilirannya akan meningkatkan penerimaan pajak. Keterbukaan perdagangan juga akan menarik lebih banyak investasi asing, yang sangat penting untuk pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, kami mendorong semua pihak untuk mendukung produk lokal dan membuka peluang untuk pasar internasional.

Meningkatkan Efisiensi Belanja Pemerintah

Terakhir, efisiensi belanja pejabat pemerintah perlu diperhatikan. Banyak anggaran terbuang pada pengeluaran yang tidak perlu, seperti perjalanan dinas dan fasilitas mewah. Dengan melakukan audit dan mengurangi pengeluaran yang tidak efisien, pemerintah dapat mengalokasikan dana untuk program-program yang lebih produktif. Memangkas 50% anggaran pejabat untuk perjalanan dinas, rumah dinas, mobil, dan fasilitas mewah lainnya adalah langkah konkret yang dapat diambil untuk mengurangi defisit anggaran tanpa membebani masyarakat.

Penjelasan dalam bentuk video, klik disini

Ada banyak cara untuk menutup defisit anggaran tanpa mengandalkan PPN 12%. Dari pajak batu bara dan karbon, pajak untuk orang super kaya, pajak sektor digital, hingga meningkatkan efisiensi belanja pemerintah, semua langkah ini dapat diambil untuk menciptakan ekonomi yang lebih baik. Kami mengajak pembaca untuk membagikan artikel ini kepada teman-teman dan kolega, agar lebih banyak orang memahami pentingnya solusi alternatif ini. Mari kita bersama-sama berkontribusi untuk masa depan ekonomi Indonesia yang lebih baik!